Jumat, 13 April 2018

ETIKA BISNIS


1. HAKIKAT ETIKA BISNIS

Menurut Drs. O.P. Simorangkir bahwa hakikat etika bisnis adalah menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral. 
Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.
Contoh:
praktek etika bisnis yang dihubungkan dengan moral : 
Uang milik perusahaan tidak boleh diambil atau ditarik oleh setiap pejabat perusahaan untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini bertentangan dengan etika bisnis. Memiliki uang dengan cara merampas atau menipu adalah bertentangan dengan moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika bisnis, akan melarang pengambilan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, Pengambilan yang terlanjur wajib dikembalikan. Pejabat yang sadar, disebut memiliki kesadaran moral, yakni keputusan secara sadar diambil oleh pejabat, karena ia merasa bahwa itu adalah tanggungjawabnya, bukan saja selaku karyawan melainkan juga sebagai manusia yang bermoral.
Contoh:
tidak memiliki kesadaran moral :
Seorang berdarah dingin di jalan juanda, Jakarta yang asangat ramai itu menodong dengan clurit dan merampas harta milik seseorang. Baginya menodong itu merupakan kebiasaan dan menjadi profesinya. Apakah ada kesadaram moral bahwa perbuatan itu bertentangan dan dilarang  oleh ajaran agama, hukum dan adat? Sejak kecil ia ditingggalkan oleh ibu bapaknya akibat perceraian, ia bergaul dengan anak gelandangan,pencuri. Sesudah dewasa menjadi penodong ulung. Ia menodong atau membunuh tanpa mengenal rasa takut atau berdosa, bahkan sudah merupakan suatu profesi.



2.  PENGERTIAN ETIKA DAN BISNIS
 Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat istiadat (kebiasaan). Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Pengertian Etika Bisnis secara sederhana adalah : cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan  individu,  perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Semuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat itu sendiri. Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena :
1.          Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern    perusahaan maupun dengan eksternal.
2.          Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
3.          Melindungi prinsip kebebasan berniaga
4.          Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya  termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis, misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni  dengan cara :
1.          Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
2.          Memperkuat sistem pengawasan
3.          Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.

Referensi:
3.  ETIKET MORAL,HUKUM DAN AGAMA


Pebedaan Etika dan Etiket

Kadang dalam kehidupan sehari-hari, batas antara etika dan etiket bisa sangat tipis. Padahal sua terminologi tersebut sangat berbeda satu sama lain, meskipun disana sini tetap masih ada persamaan antara etika dan etiket menyangkut tindakan dan perilaku manusia, etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normatif.

Sementara ini ada beberapa perbedaan pokok antara etika dan etiket (lihat Darji Darmodiharjo dan Shidarta 2004:257):
1. Etika menyangkut cara pembuatan yang harus dilakukan oleh seorang atau kelompok tertentu. Etiket memberikan dan menunjukan cara yang tepat dalam bertindak. Sementara itu, etika memberikan norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut apakah suatu perbuatan suatu bisa dilakukan antara ya dan tidak.
2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan sosial. Jadi etiket selalu berlaku ketika ada orang lain. Sementara itu, etika tidak bisa memperhatikan orang lain atau tidak.
3. Etiket bersifat relatif. Dalam arti bahwa terjadi keragaman dalam menafsirkan perilaku yang sesuai dengan etiket tertentu. Etika jauh lebih bersifat mutlak. Prinsip etika bisa sangat universal dan tidak bisa ada proses tawar-menawar.
4. Etiket hanya menyangkut segi lahiriah saja. Sementara, etika lebih menyangkut aspek internal manusia. Dalam hal etiket, orang bisa munafik. Tetapi dalam hal yang berperilaku etis, manusia tidak bisa bersifat kontradiktif.
                       
Perbedaan Moral dan Hukum

     Sebenarnya atau keduanya terdapat hubungan yang cukup erat. Karena antara satu dengan yang lain saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas hukum ditentukan oleh 
moralnya. Karena itu hukum harus dinilai/diukur dengan norma moral. Undang-undang moral tidak diganti apabila dalam suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Sebaliknya moralpun membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabila tidak dikukuhkan, dingkapkan, dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian, hukum dapat meningkatkan dampak sosial moralitas.
Walaupun begitu tetap saja antara moral dan hukum harus dibedakan. Perbedaan tersebut antara lain:
1. Hukum bersifat objektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab undang-undang. Maka, hukum memiliki kepastian yang lebih besar.
2. Norma bersifat subjektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh pernyataan atau diskusi yang menginginkan kejelasan tentang etis dan tidaknya.
3. Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja.
4. Sedangkan moralitas menyangkut perilaku batin seseorang.
5. Sanksi hukum biasanya dapat dipaksakan.
6. Sedangkan sanksi moral satu-satunya adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya akan merasa tidak tenang.
7. Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat.
8.  Sedangkan moralitas tidak akan dapat dirubah oleh masyarakat.


Perbedaan Etika dan Agama

Etik mendukung keberadaan agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wahyu Tuhan dan ajaran agama.


Dalam agama ada etika dan sebaliknya agama merupakan salah satu norma dalam etika. Kedua berkaitan, namun terpisahkan secara teoritis. Dalam tataran praktis kita tidak bisa mengesampingkan salah satu diantaranya. Kita misalnya, tidak berbuat suatu hal yang lantas hanya didasarkan pada agama saja tanpa memperhatikan etika atau sebaliknya. Keberagaman pada dasarnya memperhatikan etika yang berlaku, dan sebaliknya seseorang akan dikatakan memiliki etika, jika kemudian memperhatikan agama yang ada.
perbedaan  etika dan moral
etika lebih condong kearah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode etik. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenan dengan baik buruk.
Dua kaidah dasar moral adalah:
1. Kaidah sikap baik. Pada dasarnya kita mesti bersikap baik terhadap apa saja. Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakan dalam bentuk yang konkret, tergantung dari apa yang baik dalam situasi kongkrit.
2. Kaidah keadilan. Prinsip keadilan adalah kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Kesamaan beban yang terpakai harus dipikulkan harus sama, yang tentu saja disesuaikan dengan kadar anggota masing-masing.

Referensi:


4. KLASIFIKASI ETIKA

Etika bisa dibagi menjadi berberapa bidang sebagai berikut:



Gambar 1 Pembagian Bidang Etika



Jika kita sederhanakan maka akan menjadi sebagai berikut:



Gambar 2 Empat Bidang Etika Utama


1. Etika Normatif 
Etika normatif merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dengan kata lain, etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis. Di samping itu, etika normatif berhubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar sautu tindakan atau kepusan itu menjadi baik (Kagan, 1997, 2).

Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika, misalnya etika utilitarianisme, etika deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Suatu teori etika dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang bagaimana sesorang harus bertindak dalam situasi-situasi etis (Williams, 2006, 72). Dalam pengajukan kriteria norma tersebut, teori etika akan memberikan semacam pernyataan yang secara normatif mengandung makna seperti "Fulan seharusnya melakukan X" atau "Fulan seharusnya tidak melakukan X". 

Harus dipahami bahwa setiap teori etika didasarkan pada sebuah kriteria tertentu tentang apa yang etis untuk dilakukan. Kriteria ini disusun berdasarkan prioritas, di mana dari kriteria umum bisa diturunkan menjadi prinsip-prinsip etis yang lebih konkret. Dengan begitu, suatu tindakan dapat disebut etis jika ada kondisi-kondisi tertentu yang memenuhi prinsip-prinsip etis yang diturunkan dari kriteria umum dalam sebuh teori etika normatif tersebut.  

Misalnya pada teori etika utilitarian, kriteria umum itu adalah suatu tindakan dianggap benar atau baik jika menghasilkan utilitas paling besar bagi semua orang yang terpengaruh oleh tindakan atau keputusan tersebut, termasuk orang yang melakukan tindakan. Lain halnya dengan teori etika deontologis Kant yang punya kriteria umum sebagai berikut: "Bertindaklah seolah-olah maksim tindakan Anda melalui keinginan Anda sendiri dapat menjadi sebuah Hukum Alam yang Universal" (Tännsjö, 2008, 56-58).

2. Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur yang diperlukan supaya sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika terapan.
Pertama, permasalahan tersebut harus kontroversial dalam arti bahwa ada kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan permasalahan moral. Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika terapan karena semua orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak bermoral. Sebaliknya, isu kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan karena ada kelompok yang mendukung dan kelompok yang  menolak terhadap isu kontrol senjata. 

Kedua, sebuah permasalahan menjadi permasalahan etika terapan ketika hal itu punya dimensi dilema etis. Meskipun ada masalah yang kontroversial dan memiliki dampak penting terhadap masyarakat, hal itu belum tentu menjadi permasalahan etika terapan. Kebanyakan masalah yang kontroversial di masyarakat adalah masalah kebijakan sosial. Tujuan dari kebijakan sosial adalah untuk membantu suatu masyarakat tertentu berjalan secara efisien yang dilegitimasinya disandarkan pada konvensi tertentu, seperti undang-undang, peraturan-peraturan dan lain-lain (Debashis, 2007, 28-30).  

Berbeda dengan permasalahan etis yang lebih bersifat universal, seperti kewajiban untuk tidak berbohong, dan tidak terbatas pada suatu masyarakat tertentu saja. Seringkali memang isu-isu kebijakan sosial tumpang tindih dengan isu-isu moralitas. Namun, dua kelompok isu tersebut bisa dibedakan dengan mengunakan kedua pendekatan yang dilakukan di atas. 


Dengan begitu bisa dimengerti bahwa istilah etika terapan digunakan untuk menggambarkan upaya untuk menggunakan metode filosofis mengidentifikasi apa saja yang benar secara moral terkait dengan tindakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Misalnya, bioetika yang berhubungan dengan mengidentifikasi pendekatan yang benar untuk persoalan-persoalan seperti euthanasia, penggunaan embrio manusia dalam penelitian dan lain-lain.

3. Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap 'etis' oleh individu atau masyarakat. Dengan begitu, etika deskriptif bukan sebuah etika yang mempunyai hubungan langsung dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk studi empiris terkait dengan perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak heran jika etika deskriptif juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan antara apa yang dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa sekarang. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis  serta apa kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000, 3). 

Penyelidikan etka deskriptif juga melibatkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai sesuatu yang ideal. Artinya, kajian ini melihat apa yang bernilai etis dalam diri seseorang atau masyarakat merupakan bagian dari suatu kultur yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Akan tetapi, etika deskriptif juga memberikan gambaran tentang mengapa satu prinsip etika bisa ditinggalkan oleh genarasi berikutnya. 


Oleh karena itu, etika deskriptif melibatkan stud-studi empris seperti psikologi, sosiologi dan antropologi untuk memberikan suatu gambaran utuh. Di sini antropologi dan sosiologi mampu memberikan segala macam informasi mengenai bagaimana masyarakat di masa lalu dan sekarang menciptakan standar moral dan bagaimana masyarakat itu ingin orang bertindak. Sedang, psikologi bisa melakukan sebuah studi tentang bagaimana seseorang punya kesadaran tentang apa itu baik dan buruk serta bagaimana seseorang membuat keputusan moral dalam situas nyata dan situasi hipotetis (Kitchener, 2000, 3).  

Akan tetapi, etika deskriptif bisa digunakan dalam argumentasi filosofis terkait dengan masalah etis tertentu. Observasi yang dilakukan oleh ilmu-ilmu empiris dalam etika deskripsi seringkali menjadi argumen untuk relativisme etis. Beragamnya fenomena dan perilaku etis di antarbudaya memberikan pemahaman bahwa apa yang baik dan buruk tidaklah absolut, tetapi relatif. Dalam konteks ini, moralitas dianggap relatif pada tingkat antarbudaya. Hal ini juga memberikan pemahaman bahwa moralitas merupakan sebuah konstruksi sosial sehingga sangat tergantung kepada subjek etis dalan lingkungannya.
Ringkasnya, etika deskriptif  mempertanyakan dua hal berikut: 
1.        Apa yang seseorang atau masyarakat klaim sebagai "baik"?
2.        Bagaimana orang bertindak secara nyata ketika berhadapan dengan masalah-masalah etis?

4. Metaetika
Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Fokus dari metaetika adala arti atau makna dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain, metaetika merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Artinya, pertanyaan yang diajukan dalam metaetika adalah apa makna jika kita berkata bahwa sesuatu itu baik?

Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.  

Perkembangan metaetika awalnya merupakan jawaban atas tantangan dari Positivisme Logis yang berkembang pada abad 20-an (Lee, 1986, 8). Kalangan pendukung Positivisme Logis berpendapat bahwa jika tidak bisa memberikan bukti yang menunjukkan sebuah pernyataan itu benar, maka pernyataan itu tidak bermakna. Ketika prinsip dari Positivisme Logis juga diujikan kepada pernyataan-pernyataan etis, maka pernyataan-pernyataan itu harus berdasarkan bukti. Ringkasnya, jika tidak ada bukti, maka tidak ada makna.  

Di sini kata kuncinya adalah apa yang dikenal dengan "naturalistic fallacy", yaitu dianggap akan melakukan kesalahan jika kita menarik suatu pernyataan tentang apa yang seharusnya dari pernyataan tentang apa yang ada.  Kesulitan dari bahasa etika adalah penyataan-pernyataannya tidak selalu berupa fakta. Disinilah peran sentral dari metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa etika dengan intensi bahwa pernyataan-pernyataan etis punya makna. Dalam pembahasan ini metaetika biasanya terbagi menjadi dua, yaitu realisme etis dan nonrealisme etis.

Referensi :

5. KONSEPSI ETIKA

1.        Pengertian Etika
Etika adalah suatu cabang filsafat yang membicarakan tentang perilaku manusia. Atau dengan kata lain, cabang filsafat yang mempelajari tentang baik dan buruk.
Untuk menyebut etika, biasanya ditemukan banyak istilah lain : moral, norma dan etiket. Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah “etika” pun bersal dari Yunani kuno. Kata Yunani ethos merupakan bentuk tunggal yang bisa memiliki banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap dan cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika” dalam filsafat. Dalam sejarahnya, Aristoteles (384-322 SM) sudah menggunakan istilah ini yang dirujuk kepada filsafat moral.
Istilah lainya yang memiliki konotasi makna dengan etika adalah moral. Kata moral dalam bahasa Indonesia  berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores, atau manners, morals. Kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hatinurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika.
Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya. Pada hakikatnya moral menunjuk pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas, sementara etika umumnya lebih dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan di pelbagai wacana etika. Akhir-akhir ini istilah etika mulai digunakan secara bergantian dengan filsafat moral sebab dalam banyak hal, filsafat moral juga mengkaji secara cermat prinsip-prinsip etika.
Teori-teori etika:
1.        Utilitarianisme
Utilitarianisme menyatakan bahwa suatu tindakan diangap baik bila tindakan ini meningkatkan derajat manusia. Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan serajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan. Dalam implementasinya sangat tergantung pada pengetahuan kita akan hal mana yang dapat memberikan kebaikan terbesar. Seringkali, kita tidak mungkin benar-benar mengetahui konsekuensi tindakan kita sehingga ada resiko bahwa perkiraan terbaik bisa saja salah.
2.        Analisis Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit Analysis).
Pada dasarnya, tipe analisis ini hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam analisis biaya-keuntungan, biaya suatu proyek dinilai, demikian juga keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang perbandingan keuntungan terhadap biayanya paling tinggi saja yang akan diwujudkan. Bila dilihat dari teorinya, sangatlah mudah untuk menghitung biaya dan keuntungan, namun dalam penerapannya bukan hanya hal-hal yang bersifat materi saja yang perlu diperhitungkan melainkan hal-hal lahir juga.
3.        Etika Kewajiban dan Etika Hak
Etika kewajiban (duty ethics) menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan tanpa mempedulikan apakah tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan,, etika hak (right-ethics) menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan semua tindakan yang melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika.
Etika kewajiban dan etika hak sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu mata uang yang sama. Kedua teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus dihormati, dan tindakan dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa hormat kita kepada orang lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat individu, hak dan kewajiban bersifat individu. Dalam penerapannya sering terjadi bentrok antara hak seseorang dengan orang lain.
4.        Etika Moralitas
Pada dasarnya, etika moralitas berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi orang seperti apa. Dalam etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak bermoral). Etika moral lebih bersifat pribadi, namun moral pribadi akan berkaitan erat dengan moral bisnis. Jika perilaku seseorang dalam kehidupan pribadinya bermoral, maka perilakunya dalam kehidupan bisnis juga akan bermoral.
Dalam memecahkan masalah, kita tidak perlu bingung untuk memilih teori mana yang sebaiknya digunakan, sebab kita dapat menggunakan semua teori itu untuk menganalisis suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda dan melihat hasil apa yang diberikan masing-masing teori itu kepada kita.
Etika = Pemikiran kritis dan mendasar mengenai ajaran-ajaran moral atau Etika sebagai Imu tentang moralitas.
Etika bukan ajaran moral juga bukan tambahan ajaran moral. Etika tidak langsung membuat manusia menjadi baik. Itu tugas ajaran moral.
Etika berfungsi sebagai orientasi kritis diperlukan karena kita dihadapkan dengan pluralisme moral.
Etika Aktifitas Rekayasa meliputi:
·             Identifikasi kebutuhan (contoh : sistem perawatan)
·             Analisis fungsi tujuan
·             Analisis morfologis (penentuan alternatif dalam analisis)
·             Penetapan alternative
·             Pembuatan prototype
·             Uji coba
·             Implementasi bahan

5. Peran Etika
Peran etika dibutuhkan dalam kegiatan analisis fungsi sebagai dasar dalam menganalisa apakah langkah-langkah yang telah diterapkan sesuai dengan aturan yang terdapat dalam hukum. Peran etika dibutuhkan dalam kegiatan proses pembangkitan ide atau alternative sebagai dasar dalam konsep pengembangan. Diman konsep pengembangan alternatif yang diusulkan harus murni dari konsep pribadi, bukan sebagai kegiatan plagiat.
Menentukan alternative sangat dibutuhkan dalam memilih dari berbagai macam alternatif yang ada. Dengan demikian kita dapat menentukan arah dari konsep pengembangan fungsi. Dimana alternative yang dipilih telah memenuhi beberapa persyaratan, misalnya memenuhi kebutuhan konsumen, tidak merugikan konsumen, tidak memerlukan biaya investasi peralatan yang mahal, serta dapat meningkatkan keuntungan dari perusahaan, dll.
Dalam hal ini peran etika sebagai dasar pertimbangan dalam memilih alternatif (missal produk telah sesuai dengan normal moral dan asusila yang berlaku). Peran etika dibutuhkan dalam proses membuat prototype sebagai dasar pemikiran dalam pemilihan bahan baku yang aman bagi konsumen. Misal bahan baku dari melamin, timbal tidak dipergunakan sebagai bahan baku karena berbahaya bagi konsumen.
Prinsip Etika dalam Bisnis serta Etika dan Lingkungan
Secara umum etika bisnis merupakan acuan cara yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, etika bisnis memiliki prinsip-prinsip umum yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan bisnis yang dimaksud. Adapun prinsip prinsip etika bisnis tersebut sebagai berikut 
Referensi :
6.  Prinsip Otonomi
Otonomi dalam Etika Bisnis
Prinsip otonomi dalam etika bisnis adalah bahwa perusahaan secara bebas memiliki kewenangan sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi yang dipunyainya. Contoh prinsip otonomi dalam etika binis : perusahaan tidak tergantung pada pihak lain untuk mengambil keputusan tetapi perusahaan memiliki kekuasaan tertentu sesuai dengan misi dan visi yang diambilnya dan tidak bertentangan dengan pihak lain. 
Dalam prinsip otonomi etika bisnis lebih diartikan sebagai kehendak dan rekayasa bertindak secara penuh berdasar pengetahuan dan keahlian perusahaan dalam usaha untuk mencapai prestasi-prestasi terbaik sesuai dengan misi, tujuan dan sasaran perusahaan sebagai kelembagaan. Disamping itu, maksud dan tujuan kelembagaan ini tanpa merugikan pihak lain atau pihak eksternal. 
Dalam pengertian etika bisnis, otonomi bersangkut paut dengan kebijakan eksekutif perusahaan dalam mengemban misi, visi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran , kesejahteraan para pekerjanya ataupun komunitas yang dihadapinya. Otonomi disini harus mampu mengacu pada nilai-nilai profesionalisme pengelolaan perusahaan dalam menggunakan sumber daya ekonomi. Kalau perusahaan telah memiliki misi, visi dan wawasan yang baik sesuai dengan nilai universal maka perusahaan harus secara bebas dalam arti keleluasaan dan keluwesan yang melekat pada komitmen tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan etika bisnis.
Oleh karena itu konklusinya dapat diringkaskan bahwa otonomi dalam menjalankan fungsi bisnis yang berwawasan etika bisnis ini meliputi tindakan manajerial yang terdiri atas :
1. Dalam pengambilan keputusan bisnis.
2. Dalam tanggung jawab kepada : diri sendiri, para pihak yang terkait dan pihak-pihak masyarakat dalam arti luas.
 7. Prinsip Kejujuran
Prinsip Kejujuran dalam Etika Bisnis
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan berhasil jika dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap karyawan, konsumen, para pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis ini. Prinsip yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini terutama dalam pemakai kejujuran terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip kejujuran terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola perusahaan maka pasti akan terjamin pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan prinsip kejujuran terhadap semua pihak terkait.
8. Prinsip Keadilan
Prinsip Keadilan dalam Etika Bisnis
Prinsip keadilan yang dipergunakan untuk mengukur bisnis menggunakan etika bisnis adalah keadilan bagi semua pihak yang terkait memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung terhadap keberhasilan bisnis. Para pihak ini terklasifikasi ke dalam stakeholder. Oleh karena itu, semua pihak ini harus mendapat akses positif dan sesuai dengan peran yang diberikan oleh masing-masing pihak ini pada bisnis. Semua pihak harus mendapat akses layak dari bisnis. Tolak ukur yang dipakai menentukan atau memberikan kelayakan ini sesuai dengan ukuran-ukuran umum yang telah diterima oleh masyarakat bisnis dan umum. Contoh prinsip keadilan dalam etika bisnis : dalam alokasi sumber daya ekonomi kepada semua pemilik faktor ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan harga yang layak bagi para konsumen, menyepakati harga yang pantas bagi para pemasok bahan dan alat produksi, mendapatkan keuntungan yang wajar bagi pemilik perusahaan dan lain-lain.
9. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri dalam Etika Bisnis
Pinsip hormat pada diri sendiri dalam etika bisnis merupakan prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali kepada bisnis itu sendiri. Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat merupakan cermin diri bisnis yang bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan kontribusi yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan respon sama. Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak menyenangkan maka masyarakat tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun jika para pengelola perusahaan ingin memberikan respek kehormatan terhadap perusahaan, maka lakukanlah respek tersebut para pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.
10. Hak dan Kewajiban
a.         Hak dan Kewajiban Dalam Etika Bisnis
Setiap karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut : kewajiban dalam mencari mitra (rekanan) bisnis yang cocok yang bisa diajak untuk bekerjasama, saling menguntungkan diantara kedua belah pihak dalam pencapaian tujuan yang telah disepakati bersama demi kemajuan perusahaan, menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang terwujud dalam perilaku dan sikap dari setiap karyawan terhadap mitra bisnisnya, bila tujuan dalam perusahaan ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada setidaknya karyawan-karyawan tersebut telah melaksanakan kegiatan bisnisnya dengan suatu tindakan yang baik. Lalu bagian SDM perusahaan akan mencoba untuk menganalisis sebab timbulnya bisnis tidak sesuai dengan tujuan perusahaan, dan menemukan dimana terjadinya letak kesalahan serta mencari solusi yang tepat untuk menindak lanjuti kembali agar bisnis yang dijalankan dapat meningkat secara pesat seiring perkembangan waktu.
Bukan hanya kewajiban saja yang harus dijalankan, hak etika bisnispun juga sangat diperlukan, diantaranya : Hak untuk mendapatkan mitra (kolega) bisnis antar perusahan, hak untuk mendapatkan perlindungan bisnis, hak untuk memperoleh keuntungan bisnis, dan hak untuk memperoleh rasa aman dalam berbisnis. Selain itu dalam berbisnis setiap karyawan dalam suatu perusahaan juga dapat mementingkan hal-hal yang lebih utama, seperti : kepercayaan, keterbukaan, kejujuran, keberanian, keramahan, dan sifat pekerja keras agar terjalinnya bisnis yang saling menguntungkan diantara kedua belah pihak bisnis tersebut.

Referensi :
https://mariaulfah56.wordpress.com/2015/12/05/prinsip-otonomi-kejujuran-dan-keadilan-pada-etika-bisnis/


OPINI :
Menurut saya mempelajari Etika Bisnis adalah hal yang menyenangkan karena etika bisnis adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara untuk melakukan bisnis yang baik dan benar, karena adanya pembelajaran ini saya jadi tahu apa langkah-langkah untuk berbisnis selain itu didalam ruang lingkup kita sehari memiliki adat istiadat masing-masing,maka dari itu kalau ingin menjalan suatu usaha ya ada tatanannya baik positif maupun negatif.

KONSEP BASIS DATA

Perbedaan sistem file tradisional & sistem file basis data 1. Sistem File Tradisional Record-record yang disimpan dalam file dan...